Wednesday, September 14, 2016

Inilah Kisah Perjalanan Hidupku

Cinta Abu-abu (Sebuah Kisah Cinta Remaja)


Akan tiba saatnya dimana kamu harus berhenti mencintai seseorang
Bukan karena orang itu berhenti mencintai kita
Atau karena ia tidak mempedulikan kita

Melainkan saat kita menyadari bahwa orang itu
Akan lebih berbahagia apabila kita melepasnya

Tetapi apabila kamu benar benar mencintai seseorang,
Jangan dengan mudah kita melepaskannya
Berjuanglah demi cintamu… 




Dalam keadaan sakit, aku tiba-tiba mendapat panggilan dari nomer baru. Rasa penasaran menggodaku untuk mengangkat telfonnya, kuayunkan tanganku dan mulai berbincang dengannya, tak ku sangka ternyata dia santri putra di tempatku mondok, namanya Alen. Setelah hari demi hari selama aku istirahat di rumah, aku mulai akrab dengan Alen, selain satu pondok dia juga seangkatan SMA sama denganku, dan dia adalah anak pondok putra yang pertama kali dekat denganku.


Singkat cerita setiap kali liburan pesantren, dia selalu menghubungiku, dan kami semakin akrab, bak taman yang setiap hari di sirami air, aku semakin tertarik dengan anak itu, dia supel sekali, lucu, tidak membosankan, pintar membawa suasana, mulai timbullah perasaan suka selayaknya manusia biasa, dan tidak kusangka dia juga memiliki perasaan sama, hubungan kami semakin dekat, tapi kami hanya berhubungan ketika liburan pesantren. 


Setelah aku yakin, aku juga mengakui perasaanku, tapi aku membuat penawaran padanya bahwa aku tidak ingin ada ikatan “pacaran” diantara kita, entah kenapa aku begitu hawatir jika hubungan ini diketahui teman-teman yang lain, aku hanya menyukainya dan tidak ada maksud untuk melanggar aturan pesantren, aku juga mengajukan perjanjian bahwa jika dia memang serius kepadaku, dia tidak boleh mnggangguku selama di pesantren, jangan sampai menyapaku apalagi mengirimi surat atau semisalnya, mari kita niati ikhtiar karena jodoh pasti bertemu, ahirnya diapun menyetujuinya.


Meski jarang sekali bertemu, apalagi bertegur sapa, aku begitu sangat menyukainya, aku merindukannya di banyak waktu, karena dia adalah laki-laki pertama masalah cinta bagiku.  Tanpa takut dosa, tiap kali aku menyapu di Dalem Nyai, aku sering curi-curi pandang mencari sosoknya mungkin saja dia lewat atau muncul tiba-tiba. Tapi anehnya setiap kali aku tak sengaja bertemu dengannya aku begitu ketakutan dan segera pergi menghindar, rasanya seperti ada yang selalu mengintaiku. Aku sangat takut, berbagai banyak bayangan Pengurus Pesantren, Bu Nyai guru-guruku seperti bermunculan, tapi aku begitu senang meski hanya bisa melihatnya sebentar, sudah cukup rasanya mengobati rasa rindu.


Setiap waktu aku ingin melihatnya, aku tidak bisa mengatakan tentang cintaku dengan sempurna, tapi aku ingin membuktikan perasaan ini dengan sempurna, aku tidak akan mendua, karena mencintainya bukanlah niatan untuk mencari cinta yang sederhana, aku ingin mencintainya dan memilikinya sebagai pasangan wanita dan laki-laki yang halal, aku ingin selalu meminta maaf padanya karena meski aku bukan orang lain baginya aku tidak bisa menyapa atau bertegur sapa dengannya, aku hanya ingin bilang bahwa aku sangat ketakutan dan berusaha melindungi hubungan ini dari pelanggaran Pesantren, karena aku sangat menyayanginya.


Tapi sayang sekali, mungkin sudah scenario Tuhan, cinta tulusku dia hianati. Dia menduakanku dengan temanku sendiri, sesuatu yang tidak pernah kusangka dan sangat menyakitkan sekali, ternyata begini rasanya dihianati, seumur hidup, baru pertama kali, mengingat kata-katanya bahwa Cuma aku satu-satunya bertambah sakit saja ini hati, hari-hari terasa lama sekali, aku tak sabar menunggu liburan untuk mengahiri hubungan ini dan hendaki membuang perasaan ini selama-lamanya. 


Aku mengahiri perdebatan kita hampir menjelang subuh, dan dengan berat hati aku kuatkan untuk menyudahi hubungan yang sudah retak begini, bahkan meski Alen menjelaskan dan berusaha meyakinkanku aku tetap memilih berpisah, aku tidak akan hidup dengan tenang dengan membawa perasaan bersalah kepada temanku. Aku menyuruh Alen memilih antara aku atau dia, dan aku menyuruhnya memilih temanku karena mungkin dia yang lebih dulu yang Alen cintai, tapi Alen bilang bahwa dia tetap memilihku, dan berusaha meminta maaf dengan perbuatannya yang telah menyembunyikan hubungan diam-diamnya dengan temanku, tetap saja aku tidak bisa.


Nasi sudah menjadi bubur, hubungan hanya seumur jagung, meski hampir setahun aku tidak bisa menjalani hubungan yang sangat rumit ini, dengan sangat sedih dan air mata yang dengan mudahnya menetes, aku resmi berakhir. Aku mencoba ikhlas, mungkin Alen bukan takdirku, meski begitu mencintainya, meski begitu sayangnya hati tetap amat terluka. Semoga dia tetap semangat, sehat selalu. Tuhan kuatkanlah hatiku yang terluka dan aku bisa melupakannya meski aku masih mencintainya, Itu saja harapanku.




Cinta adalah ketika kamu menitikkan air mata, tetapi masih peduli terhadapnya

di suatu kehidupan kita membutukan pengorbanan...apa yang kita inginkan harus ditukar dengan suatu pengorbanan...
pikirkan dengan terbaik...karna jika kau salah dengan pilihanmu terahir penyesalan akan selalu datang menghantui mu...

Friday, June 17, 2016

Aku dan 100 Impian (Terinspirasi Oleh Seorang Guru Hebatku)

Aku dan 100 Impian 

Seperti orang yang bingung mencari arah hidup, seperti itulah keadaanku empat tahun yang lalu, waktu dimana aku hampir putus asa, waktu dimana aku lebih banyak mengeluh dari pada berusaha.
Hingga ahkirnya aku bertemu sosok hebat yang memberikan aku kekuatan untuk bangkit, berhenti mengeluh, dan selalu berusaha dan usaha. Dialah yang pada akhirnya menjadi motifator dalam mengejar impian. Dia memberikan cahaya dalam kegelapan hati dan kecilnya harapanku, hingga pada akhirnya apa yang ia katakan padaku semuanya menjadi KENYATAAN. 

Aku adalah seorang Santri sekaligus Mahasiswi. Aku melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi dimana kampus dan jurusan yang aku pilih sendiri. Sebenarnya bakatku bukan di Matematika, meski di MI pelajaran ini menjadi pelajaran yang paling aku suka dan paling mudah ku mengerti. Tapi setelah MA mata pelajaran matematika bukan menjadi bakat lagi. Tapi kecintaanku terhadap matematika masih melekat dari masih MI, hingga akhirnya kuputuskan untuk ambil jurusan ini di perguruan tinggi. 

Seperti orang bepergian, aku kekurangan bekal. Jurusan yang aku pilih menjadi beban berat yang harus aku pikul setiap hari, tugas dan materi susah aku pahami, sekarang diterangkan besok sudah lupa dan cepat sekali hilang begitu saja, lama-lama aku menjadi bosan dan putus asa. Haruskah aku berhenti dan menyerah? Perasaan bingung dan sedih mudah mampir dalam hatiku, apa yang harus aku lakukan, menjalani hari-hari yang membosankan dan perasaan sedih seperti ini atau berhenti seperti orang yang sudah kehabisan bekal perjalanan. 

Seringkali aku menangis, mengingat semua adalah pilihanku sendiri, apalagi pilihan kampus yang dulunya ditentang oleh semua anggota keluargaku, pilihan yang seharusnya aku pertanggung jawabkan pada orang tuaku. Pilihan itu kini membuatku kebingungan. 

Aku bertambah sedih setelah melihat hasil ujian semester satu, betapa tidak, nilai yang begitu rendah yang paling tidak diinginkan oleh setiap mahasiswa dimanapun, apa yang harus aku lakukan?
Berhari-hari aku merenungi nasib yang ku anggap begitu malang. Hingga akhirnya aku bertanya kesana kemari mencari seseorang yang dapat membantu menyelesaikan masalahku, dan atas kehendak Tuhan, aku bertemu juga dengan sosok itu. Sosok yang begitu hebat dan sangat menginspirasi, beliau adalah alumni Universitas Islam Negeri (UIN) Malang, jurusan Matematika Murni beasiswa, beruntung sekali aku bisa bertemu dengannya. 

Kuceritakan pada beliau semua masalah kuliah yang kuanggap begitu besar waktu itu, beliaupaun menanggapinya dengan ramah dan nasehat yang begitu menyentuh hati. Beliau juga bersedia mengajariku. Akhirnya kuajukan diri untuk meminta izin pada pengasuh Ma’had untuk belajar pada guru hebat itu, Alhamdulillah aku diperbolehkan. 

Akupun mulai belajar padanya, ternyata diluar dugaanku, dia lebih hebat dari yang kubayangkan. Matematika baginya bukan pelajaran yang sulit, sebaliknya sangat asyik dan mudah. Beberapa hari saat aku belajar padanya, beliu menceritakan kisahnya yang mengharukan, perjalanan pahit hingga dia bisa mendapat beasiswa di Universitas Negeri. 

Masalah yang menimpaku baginya jauh lebih kecil dari masalah yang pernah bliau alami dulu, beliau harus putus sekolah karena keinginan untuk mengejar pendidikan ditentang oleh kedua orang tuanya, akhirnya ia dinikahkan di akhir sekolah Stanawiyah. Tapi malangnya, pernikahannya hanya bertahan sebulan. Karena menanggung malu dan kekecewaan orang tua, beliau pergi bekerja ke Negara Saudi Arabia, menjadi pembantu rumah tangga. 

Meski merantau ke Negara Arab itu, beliau tidak pernah patah harapan untuk melanjutkan pendidikan jika kembali ke Indonesia. Beliau mengganti semua biaya resepsi pernikahan yang gagal tu, dan menyisihkan sebagian besar uangnya untuk melanjutkan pendidikannya yang terhenti. Alhamdulillah beliau juga berkesempatan haji dan umrah beberapa kali. 

Setelah dua tahun lamanya ia mengarungi nasib di Negeri padang pasir itu, Beliau kembali ke Indonesia. Dia melanjutkan ke MAN di Gondanglegi. Seperti orang yang baru menghirup udara, beliau sangat menghargai waktunya, belajar dan belajar itulah yang beliau lakukan. Waktu dan uang begitu beliau hargai, jarak tiga kilo dengan menaiki sepeda dan sekolah dengan modal biaya pribadi yang beliau kais di Negara kelahiran Nabi akhirnya berbuah sangat manis. 

Meski tiga tahun lamanya ilmu hilang dan harus ia pelajari kembali, seperti anak baru bisa bicara, ia bertanya tanpa malu semua apa yang tidak ia ketahui, dan di akhir ujian, beliau selalu menjadi juara pertama di kelas, dan akhrinya ia mendapat beasiswa sesuai mata pelajaran yang beliau sukai yaitu matematika murni.
Tidak hanya cerita beliau yang menspirasiku, nasehatnya juga menjadi penyemangatku, menurutnya apa yang aku pilih bukanlah kesalahan, dan masalah yang tengah aku alami tidaklah terlalu berat. Masih banyak masalah yang jauh lebih besar di hari esok, aku harus melanjutkan kuliahku sampai selesai, beliau berkata jangan mengatakan otak kita terbatas, tapi hal yang harus kita ingat adalah bahwa otak kita sangat hebat, mungkin kita yang jarang mengasahnya. 

 Di suatu hari beliau mengambil laptopnya dan memutar sebuah video, aku disuruhnya melihat video itu dan memahaminya dengan baik. Video itu adalah sebuah video tentang jejak- jejak mimpi, sebuah kisah nyata tentang sugesti mimpi, menestah air mataku melihat video yang hampir sama dengan masalahku. 

Setelah melihat video itu, Beliau memberiku secarik kertas dan menyuruhku untuk menuliskan seratus impianku, seperti pesan dalam video itu, “Tuliskanlah MIMPI-MIMPI Anda secara nyata, jangan Anda tulis dalam ingatan saja, Karena pasti Anda akan lupa… Tuliskanlah secara NYATA…”.
Seperti juga dalam video, beliau juga menulis seratus impiannya, dan ditempelkannya di dinding kamarnya, saat ini, seratus tulisan impiannya yang setiap hari ia pandangi, hanya tulisan yang menjadi tercoretan, karena tulisan itu sudah diraihnya, tentunya tidak hanya sekedar menulis, tapi juga berusa dan memasrahkannya pada Tuhan, , mimpi yang mungkin bagi orang lain dulu ditertawakan. 

Akhirnya....
Aku juga menulis seratus impian itu, kutempel di pintu lemari di bagian dalam, kusimpan hingga sekarang. Tanpa aku sadari seratus impian yang pernah kutulis, satu persatu hanya tinggal coretan, meski ada beberapa yang belum aku raih. Alhamdulillah berkat impian dan pastinya kehendak Tuhan, mimpi-mimpi itupun terjwujud. Mimpi yang tidak bisa kutuliskan disini satu persatu.
Akupun tidak menyangka kekuatan impian begitu besar, tapi itulah yang terjadi pada guru hebatku dan yang kini aku alami sendiri. Sekarang kuliahku sudah selesai, tinggal menunggu wisuda, matematika yang menjadi permasalahann dalam hidup, kini menjadi sahabat yang begitu baik, dan tidak sesulit yang aku bayangkan, bahkan sangat menarik, kembali seperti dulu ketika aku masih di bangku MI.
Dan kini giliran Anda, untuk mewujudkan Mimpi-Mimpi Anda dan membuat Jejak-Jejak Anda. Ingatlah pula, bahwa Mimpi itu adalah HARAPAN. Maka bangkitlah selalu, karena Harapan itu selalu “ADA”, insya Allah Anda sampai di Puncak Kesuksesan!
 

Karena Hati Bicara (Sebuah Cerpen Kisah Cinta Sejati Seorang Santri di Pesantren)

Karena Hati Bicara 

Zakia adalah anak perempuan yang ceria dan murah senyum. Zakia Manal Yamani begitulah nama lengkapnya. Siapa yang tidak kenal wajah manis berhidung mancung dan bermata sayu itu, yang masih berdarah arab dari sisi kakeknya. Ia tidak hanya suka membuat orang lain nyaman disampingnya karena dia begitu rendah hati, apalagi wajahnya yang selalu terlihat cerah, nyaman sekali dipandang mata. 

Juli 2010, jam 12 malam, di malam yang sunyi, tiba-tiba Zakia masuk ke dalam mushallah, ia menitikkan air mata, ia memegangi perutnya yang keroncongan, sudah dua hari ia tidak makan, di malam yang sunyi itu, tidak ada yang tahu ada seorang santri yang sedang meronta kelaparan. Zakia yang malang sudah sepuluh hari telat kiriman, ia sesekali meneguk air keran di depan mushallah sampai perutnya kenyang lalu tertidur. Zakia yang terlihat periang sebenarnya sangat pemalu, meski sudah telat sepuluh hari Zakia sangat sungkan meminta kiriman pada Pamannya yang sebenarnya adalah orang kaya. Karena yatim piatu, Zakia sudah mandiri dari kecil, pahit manisnya hidup sudah biasa mengiringi jalan hidupnya, pamannya yang menjadi tumpuannya untuk melanjutkan pendidikannya hingga saat ini, ia memang terlihat ceria di luar, tapi di dalam ia sangat kesepian, sebenarnya terbesit perasaan iri dengan teman-temannya yang memiliki orang tua, sedang ia hanya bisa membayangkan wajah ayah dan ibunya dalam imajinasi indahnya. 

Malam senin bulan Februari 2011, Pernah suatu saat, ketika bel sekolah diniah berbunyi, tumben saja ia masih tidur di kamar, wajah manisnya masih melekat dalam selimut kesayangannya. Sudah berkali-kali ia dibangunkan oleh seksi pendidikan, tapi tetap saja posisi tidurnya tidak bergerak sejengkalpun, sampai jam pelajaran pertama dimulai, ia masih belum datang, entahlah, tidak biasanya ia seperti itu, biasanya setiap hari Zakia selalu datang awal dengan membawa kapur, penghapus dan menyapu kelas lalu menyiapkan bangku Ustad. Zakia yang dikenal jarang sekali absen dari kelas kecuali sakit, berbeda dengan sekolah formal, Zakia seringkali terlambat, selalu saja kalau ditanya, alasannya cuci baju. Benar saja, mungkin ia sedang sakit sangka teman-teman sekelasnya, akhirnya ketua kelas membeli surat izin ke kantor karena ketiadak hadirannya yang sudah ditunggu-tunggu. 

Pelajaran sudah dimulai lima belas menit yang lalu, Zakia tiba-tiba muncul dengan wajah manis dan senyum khasnya, wajah itu tampak begitu riang dan tak terlihat wajah kusut apalagi nampak sakit. Yang mengajar malam ini adalah Gus Janki, Gus muda yang baru tiga tahun boyong dari pesantren, Zakia memohon maaf atas keterlambatannya karena hadir tidak tepat waktu, ia membawa sebuah plastik sedang bermotif bunga tulip kecil-kecil, dan menyodorkannya pada Gus Janki yang dari tadi memperhatikan gerak geriknya, Zakia memohon pada Gus Janki membuka isi plastik hitam yang berisi kardus berwarna pink, khas warna cewek, ada-ada saja anak itu. 

Zakia meminta Gus Janki membuka kardus itu dengan satu syarat membukanya dengan hati-hati, “apa-apaan sih Zakia ini seperti bom saja hehe” kata seorang teman dari belakang, setelah dibuka ternyata isi kardus itu adalah sebuah kue indah bertuliskan “Selamat Ultah Guru Hebatku, Segeralah Meminang Wanita Hebatmu”, Gus Janki terbelalak membaca tulisan itu, suara kelas menjadi gaduh, teman-teman Zakia tidak menyangka bahwa Zakia tidak hanya suka bikin lelucon tapi dia ternyata suka bikin kejutan dan misterius juga hehe, dikira dia sakit ternyata ia memang sengaja datang terlambat demi memberi kejutan pada Gus Janki yang sedang ulang malam ini. 

Mungkin hanya Zakia yang tahu, teman-teman yang lain tidak tahu bahwa hari ini adalah ultah Gus Janki. Zakia menjadi pemimpin teman-teman sekelasnya untuk mengucap kat-kata ultah “Happy Birthday Ustad”, “Selamat Ulang Tahun”, setelah bernyanyi dan menyuruh ustad meniup lilin, ada satu yang terlupakan, pisau untuk memotong kue, semua pada bengong, Zakia langsung lari hilang sekejap dari pandangan, sebentar kemudian Zakia datang dengan pisau yang telah dihias dengan pita berwarna pink juga, romantis sekali anak satu ini, begitu besar ketanggapannya untuk menunjukan kecintaan pada gurunya tersebut. Malam itu menjadi malam yang yang tidak akan bisa terlupakan oleh teman-temannya, baik Gus Janki apalagi Zakia. 

Desember 2011, Ada gosip-gosip yang baru menyebar di pesantren, ada makhluk halus yang berkeliling pesantren setiap malam, gosip-gosip itu beredar karena selama setahun ini di setiap pagi, semua sandal yang ada di depan kamar pesantren milik santri tertata rapi, berulang kali para pengurus penasaran siapa yang melakukan perbuatan itu, santri ataukah makhluk halus, karena sudah hampir sebulan belum diketahui siapa pelakunya. Setiap jam dua belas malam, pada saat semua santri sudah tidur, pengurus keamanan mengendap-ngendap mencari sosok misterius yang setiap malam menata sandal semua santri, tapi sudah sekian lama sosok misterius itu tak juga di temukan. 

Agustus 2012, liburan pesantren telah berlalu, kini saatnya Zakia kembali ke pesantren, liburan puasa kemarin sangat berarti baginya, namun ia sangat semangat untuk kembali ke pesantren, seperti anak remaja lainnya, Zakia terserang penyakit yang dinamakan “Cinta”, entah pada siapa hatinya mulai condong, yang jelas ia mulai merasakan perasaan berbunga-bunga sebagai remaja saat di pagi yang indah awal bulan Ramadlan, sebuah suara merdu itu pertama kali ia dengar, hanya Zakia yang tahu akan gejolak hatinya, Zakia tidak pernah mengatakannya pada siapapun, ia hanya mencurahkan hatinya pada Ilahi, namun kisah cintanya terungkap nanti tahun 2016. 

Maret 2014, Zakia diangkat sebagai salah satu staff pengajar di pesantren, prestasi yang sudah bertahun-tahun ia capai, kini membuat ia dipercaya untuk menularkan ilmunya kepada santri-santri yang lain, wanita periang berdarah Arab-jawa itu, tidak pernah berubah meski derajatnya ditinggikan oleh Allah. Ia juga disukai oleh murid-muridnya, karena Zakia tidak hanya pandaii dalam menyampaikan materi pelajaran, ia pun pandai dalam bercerita, sehingga kehadirannya dirindukan murid-muridnya.

April 2015, tiba-tiba Zakia mendapat salam dari pengasuh untuk datang ke Dalemnya pengasuh setelah shalat maghrib, Zakia yang sudah biasa dipanggil Pengasuh tidak berfikir macam-macam tentang apa yang akan disampaikan oleh Pengasuh padanya, kedekatan dengan keluarga Dalem sudah lama semenjak Zakia pertama kali masuk pesantren ia meminta dirinya untuk khidmah mencucikan baju keluarga Dalem, lalu menjadi pengurus dan diangkat sebagai Ustadzah di Ma’had, tapi tidak seperti panggilan biasanya, Zakia dipanggil untuk di pertemukan dengan seseorang laki-laki yang sangat tidak asing baginya, Zakia ternyata dijodohkan. Laki-laki yang ada di depannya sekarang adalah calon yang dipilihkan langsung oleh Neng Ais kakaknya Gus Janki putra pertama dari Pengasuh dan perjodohan itu disetujui oleh semua keluarga Dalem, Zakia yang tak pernah menyangka akan dijodohkan, duduk dengan tenang dan tidak merasa ada yang istimewa dari pembicaraan yang belum mengarah pada perjodohan itu, namun hati Zakia mulai berdegup kencang dan wajahnya mulai pucat setelah Pengasuh memulai dawuhnya. 

 “Zakia, mungkin kamu tidak tahu alasan mengapa kamu dipanggil kemari, kami bermaksud untuk menawarkan calon imam yang baik untukmu. Lihatlah laki-laki yang ada di sampingku, cukupkah ia sebagai kriteria calon pendampingmu? Kami tidak tahu ia cocok atau tidak dengan hatimu, tapi laki-laki yang ada di sampingku adalah laki-laki baik yang taat pada agama Allah, cinta pada agama Allah, dan mencintai wanita yang teguh di jalan Allah, kamu bukan hanya pilihan kami, tapi laki-laki ini sudah lama memilihmu, empat tahun yang lalu laki-laki ini menyampaikan isi hatinya pada kakaknya, dan kabar itu sampai padaku dua tahun kemudian, tapi kupertimbangkan perasaanya itu, aku sangat menyayanginya dan aku ingin memilihkan jodoh yang terbaik bagi laki-laki ini, sebulan yang lalu aku panggil laki-laki ini, ku tanyakan lagi tentang perasaannya yang dulu, sama seperti empat tahun yang lalu, dia masih setia dengan perasaannya padamu Zakia, sekarang keputusan ada didirimu, kamu terima atau kamu tolak, kamu yang berhak atas kehidupanmu, tapi Zakia betapa bahagia hati kami jika kamu mau dengan ikhlas orang yang mungkin tidak sempurna ini menjadi imammu, ayah dari putra-putrmu, insya Allah do’a kami akan terus mengalir pada keluargamu,”, barulah tahu Zakia kalau laki-laki yang ada di depannya adalah laki-laki pilihan gurunya, masih ingat dengan kue ultah?, ya, laki-laki itu adalah Gus yang dulu pernah Zakiyah beri hadiah kue ultah yaitu Gus Janki. 

Masih ada kelanjutannya, “Zakia jangan takut untuk menjawab, kami tahu bahwa kalian tidak pernah menjalin hubungan yang terlarang, karena cinta laki-laki ini suci, diapun tidak pernah mencintai wanita selain dirimu, pernah suatu hari laki-laki ini ku tawari seorang wanita yang masih keluarga, tapi dia menolak, sudah lama laki-laki ini memendam perasaannya padamu Zakia, tiga bulan yang lalu ia sakit lima belas hari tapi tidak ditemukan penyebab sakitnya, baru setelah kutanya tentang perasaannya dan setelah ia jawab, keesokan harinya ia sembuh. Zakia, sekarang jawablah pertanyaan kami tadi, maukah kamu bersanding dengan laki-laki yang penuh kekurangan ini dan mengabdi selamanya? 

Zakia tertunduk mendengar dawuh dari pengasuh dengan air matanya yang terus mengalir, ia tidak menyangka bahwa dirinya dijodohkan oleh putra pengasuh sendiri, ia juga tidak tahu bahwa apa yang pernah dia lakukan dulu pada Gus Janki mendatangkan sebuah perasaan tulus seorang yang begitu dikagumi oleh banyak santri, laki-laki yang amat dicintai Pengasuh Pesantren itu ternyata telah lama memberikan hatinya pada si malang dan yatim piatu seorang Zakia Manal Yamani. 

Agustus 2016, resepsi pernikahan antara Zakia dan Gus Janki berlangsung dengan sangat meriahnya, akad pernikahan dilakukan sesudah selesai pembacaan maulid habsyi, Zakia yang sudah dirias dengan gaun indah berwarna silver itu ditemani teman-temannya menunggu akad yang akan berlangsung di kamarnya di pesantren, semua santri putra putri yang lain berkumpul di mushallah menunggu pembacaan akad sambil mendengarkan lagu-lagu shalawat habsyi, betapa malam yang indah dan bersejarah. 

Malam yang indah, kamar yang masih wangi dengan bunga melati itu, Zakia duduk berhadapan dengan Gus Janky, Zakia tersenyum dan memulai pembicaraan, “Ngapunten Gus, kalau boleh saya tahu, kenapa panjenengan memilih saya, anak yatim piatu dan tidak bernasab baik ini sebagai wanita pilihan Gus, saya sebenarnya tak pantas mendapatkan panjenengan?”, “Zakia wanita pilihanku, pada suatu hari di hari ultahku seorang santri memberiku sebuah kado yang paling istimewa, tidak hanya sebuah kado tapi juga sebuah perasaan, entah dari mana datangnya aku merasakan getaran yang aneh, padahal di pesantren dulu waktu aku mondok, sudah biasa aku mendapat kado ultah dari murid-muridku, di suatu malam ketika aku hendak ke dapur, aku pernah melihat seorang wanita minum air di keran berkali-kali, setelah ku perhatikan baik-baik aku tahu bahwa itu kamu, dan tiap kali pada saat aku akan shalat malam, selalu ada seorang santri menata rapi sandal semua santri yang bergelatakan di depan kamar, dan aku kenal sekali orang itu adalah kamu Zakia, kamu pula yang menyuci bajuku serta semua keluargaku. 

 Mungkin memang sudah jalannya kita berjodoh Zakia, aku sudah lama memendam cinta, ingin kubuang tapi tak pernah bisa, bahkan aku sampai sakit, Alhamdulillah hasil istikhorohku dan istikhoroh Abah sama-sama baik, Zakia kamulah wanita hebatku, kamulah motifasiku, kamulah santri sejati, sejak mengetahui semua yang kamu lakukan, aku ingin sekali menjadi imammmu menjadi sandaran ketika kamu sedih, mengusap air matamu ketika kamu menangis, aku tahu bebanmu selama ini sangat besar, bahkan pengabdianmu pada pesantren serta keluarga kami belum bisa kami balas. Bukan karena harta dan nasabmu, tapi karena dirimu sendiri yang menyebabkan aku jatuh hati padamu Zakia”. 

Sambil mengusap air matanya yang meleleh mendengar dawuh Gus Janky, Zakia membalas “Gus Janky, sebenarnya saya juga memendam rasa pada jenengan sudah lama, saya memang sudah mengidolakan panjenengan sejak mengajar di kelas saya, tapi perasaan itu berubah menjadi perasaan mahabbah ketika awal bulan ramadlan ada nomer baru masuk ke hp saya, suara yang begitu merdu yang tidak bosan didengar nyaman didengar dan santun sekali, ternyata suara panjenengan yang menelfon untuk menanyakan file di computer pesantren, suara sepuluh menit itu membuat perasaan mahabbah saya sampai sekarang”. Terima kasih Gus sudah memilih saya, semoga saya bisa mengabdi sepenuhnya pada panjenengan dan keluarga dalem, mohon jangan pernah sungkan menegor saya Gus, dan cintai saya karena Allah”. “Insya Allah. Aku cinta padamu karena Allah Zakia, mari kita baersama-sama mencari cinta Ilahi itu, serta sababarlah atas bimbinganku karena sekarang ridlo Allah ada pada ridloku” Jawab Gus Janky sambil mengusap air mata di pipi Zakia, begitu menyejukkannya cinta keduanya yang disandingkan dalam ikatan halal karena hati keduanya yang saling berbicara dalam doa.